Minggu, 28 April 2013

Untitled

Prolog

Ketika aku membuka mataku, aku tak dapat menemukan senyuman lembutnya, tatapan matanya yang hangat, bahkan aku tak dapat mendengarkan suaranya yang indah. Masih dengan kebingungan yang menguasai, aku mencoba menggerakan tanganku untuk menggapai sesuatu, entah apa itu, namun tanganku tak bergeming, malah dapat kurasakan sakit yang teramat sangat pada tanganku, bahkan kepala, kaki dan rusukku.
Tatapanku masih terus mencari-cari sosoknya yang kuingat sedari tadi masih berada disampingku tapi kini yang kutemukan hanyalah orang-orang yang sibuk berlalulalang dan berteriak panik, entah apa yang mereka lakukan, otakku tak bisa mencerna dan tetap sibuk mencari sosoknya.
Akhirnya aku melihat sosoknya tak jauh dariku, mungkin sekitar 5 meter, dia terbaring tak berdaya, dan.. apa itu? Cairan kental berwarna merah melumuri pakaiannya. Aku tak tahu benda apa itu karena otakku masih tetap tak bisa mencerna dengan baik apa yang sedang terjadi. Tapi hei, orang-orang itu menghalangi pandanganku, mereka mengerubunginya dan  mengapa tiba-tiba juga mengerubungiku? Tatapan mereka seolah kasihan dan prihatin. Aku tak mengerti apa yang mereka lakukan, aku bukan badut yang pantas untuk kalian tonton!
Aku berdecak kesal karna tak mengerti dengan tingkah orang-orang ini, aku berusaha bangkit untuk mengejarnya karena orang-orang itu mulai menggotongnya dan membawanya pergi entah kemana. Aku berhasil, aku dapat berdiri dengan kedua kakiku lagi meski rasa sakit itu tak mau hilang bahkan bertambah, aku tak peduli malah aku merasa senang karena aku mulai menguasai diriku lagi tapi tidak dengan orang-orang ini, mereka kelihatan cemas dan sepertinya hendak memapahku, aku berusaha tak perduli dan terus melangkah tapi tiba-tiba kepalaku pening, kemudian sesuatu yang hangat keluar dari hidungku, aku berusaha merabanya, dan itu adalah cairan yang sama dengan yang aku lihat disekelilingya, jadi itu… darah? Tapi aku tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, otakku sibuk mencerna dan tiba-tiba semua menjadi gelap.



Satu
Pagiku selalu diawali dengan suara ribut, entah itu rutukan, rintih kesakitan, atau suara gedebum yang berasal dari benda yang kutabrak. Aku memang selalu seperti ini setiap hari, bangun siang lalu terburu-buru untuk berangkat, meski aku berusaha cepat tapi tetap saja aku terlambat datang ke sekolah dan teman-temanku selalu menjulukiku “Miss telat everytime”, aku tak merasa terganggu bahkan aku cenderung bangga karena itulah aku.
Tangga kayu yang kuturuni dengan cepat berderit-derit kasar karena aku menginjaknya dengan tak sabar. Aku tak peduli pada tangga kayu yang seakan marah dan meminta padaku untuk menuruninya dengan santai. Setelah aku berhasil mencapai dasar, aku segera berlari dan masih tetap dengan terburu-buru, aku mengambil sepatu hitamku dan memakainya dengan cepat. Yap selesai, aku bangkit dan tiba tiba…
”Aaaammm” refleks aku membuka mulut selebar mungkin dan mamaku sukses memasukan sesendok penuh nasi goreng kedalamnya. Aku tak bisa berkata apapun karena mulutku penuh, kukunyah secepat mungkin dan menelannya. Baru saja aku akan berbicara tiba-tiba saja mulutku disodori segelas air putih. Memang rasanya enak tapi apa-apaan ini, aku tidak terima!
“Ah Mama, apaan sih, aku kan bukan anak kecil lagi. Lagian mau buru-buru nih.” Keluhku pada mama tapi tanganku tetap mengambil gelas yang dipengang mama dan meneguknya sampai habis.
“Lagian kamu bangunnya selalu siang, ya mama isengin aja. tapi tetep aja kan kamu mau, huh” mama menjiwil hidungku. Aku hanya cemberut seakan tidak senang, tapi sebenarnya aku senang. Mama memang selalu hangat.
“Huh sakit nih, yaudah aku berangkat dulu ya, Ma.” Setelah berpamitan, aku segera berangkat menuju sekolah.
                                                ***
Benar saja dugaanku, lagi-lagi aku terlambat. Karna sudah terlalu sering terlambat guru-guru sudah hapal dengan wajah dan tingkahku. Jika banyak orang bilang alasan mereka datang terlambat adalah traffic jam, maka alasanku adalah sleep tight. Meski para guru menasihatiku sampai bosan, aku tidak pernah tergerak sedikitpun untuk berubah, biarlah, itu memang sifat dasarku. Dengan senang hati aku kembali menerima hukuman dan guru itu dengan berat hati memberikan hukuman, itulah tanda dia gagal mendidikku dengan baik.
Hukumanku tidaklah berat, aku hanya tidak diijinkan masuk kelas saat jam pelajaran pertama dan kedua. Bagiku tidak masalah, lagipula hari ini guru yang mengajar sangat membosankan, dan pasti aku selalu mengantuk saat beliau mengajar dengan caranya yang sangat tidak asik.
Aku mencari tempat nyaman untuk menjalankan hukuman ini dan aku memutuskan untuk menunggu dikursi panjang yang tak jauh dari meja piket sehingga guru itu pun dapat mengawasiku. Kemudian aku mengeluarkan headset dari dalam tas dan menyambungkannya dengan gadget kesayanganku, handphone keluaran terbaru yang berwarna blue metallic. Kupasang suara terkeras dan mulai menikmati musik pop rock yang mengalun indah. Aku memejamkan mata sembari bersandar dan mulai tertidur.
                                                ***
Namaku Arisa Callasandra. Sejak setahun lalu mulai menduduki bangku Sekolah Menengah Atas di sekolah yang menurut orang-orang adalah sekolah favorit di Kotaku. Dan baru 3 bulan ini, aku mulai menduduki bangku kelas XI jurusan IPA. Bukan, bukan karena aku pintar, itu hanyalah keberuntunganku. Jika ada, aku malah menginginkan jurusan BAHASA karena aku sangat menyukai Sastra Asing.
Aku hidup dalam keluarga yang cukup harmonis, namun sudah 7 tahun Papa tak tinggal bersama aku dan Mama, beliau sedang bekerja dan mengabdi kepada Negaranya sebagai ilmuan terkenal yang sudah berkali-kali mendapatkan nobel dan menemukan berbagai macam penemuan baru yang berguna bagi banyak orang. Papaku dulu tinggal dan lahir di London. Mama pernah bercerita padaku bahwa ia dan Papa bertemu saat Mama sedang ikut pertukaran pelajar, kemudian ia bertemu dengan Papa dan mereka saling jatuh cinta, dan setelah lulus Mama memutuskan untuk kuliah disana sekaligus menjadi pendamping Papa. Setelah setahun menikah, mereka mulai menetap di Indonesia dan aku dilahirkan ke dunia ini. Romantis bukan, kukira cerita itu hanya ada dalam novel picisan tapi ternyata tidak.
Bagiku mama adalah sosok seseorang yang sangat pengertian, baik hati, dan dapat melakukan segala hal. Dialah idolaku, karna aku tak pandai melakukan pekerjaan rumah sepertinya. Aku yakin papa sangat mencintainya dan sebenarnya sangat berat hati untuk meninggalkan mama untuk waktu yang lama. Maka dari itu karna tak ada papa, aku mengambil alih tugas menjadi sosok seorang pria yang dapat melindungi mama -aku anak tunggal, karna aku sangat menyayangi mama dan papa, merekalah hartaku yang berharga.
Aku memiliki seorang sahabat karib yang sedari kecil sudah bermain bersamaku, Karina Puteri. Dia adalah anak sahabat mama, dia tinggal bersama kedua orang tuanya beserta kedua adiknya yang masih kecil di sebelah rumahku. Aku dan Karina bagaikan saudara kembar, sejak Taman Kanak-kanak sampai Sekolah Menengah Atas kami selalu bersekolah di tempat yang sama, bahkan kami memiliki tanggal lahir yang sama. Tapi sayang, dua tahun di SMA ini kami tidak masuk dalam kelas yang sama. Tak mengapa karna aku dan Karina takkan pernah terpisahkan.
                                                ***


Aku merasakan seseorang mengguncang-guncang bahuku. Aku mengerjapkan mata berkali-kali berusaha mengembalikan pandanganku yang buram untuk menjadi normal kembali. Butuh waktu beberapa detik untuk mengembalikannya seperti semula. Setelah kembali normal, aku memfokuskan pandangan kepada seseorang yang telah mengganggu tidurku –sungguh aku benci saat ada orang yang mengganggu tidurku. Kuurungkan niatku untuk menatapnya dengan tatapan marah karna orang itu menatapku dengan ekspresi yang lebih menyeramkan. Ternyata orang itu adalah guru piket yang memberiku hukuman. Beliau menatapku garang sambil berkacak pinggang. Oh tidak, tamatlah riwayatku.


nah baru segitu aja ahahaha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar