Ketika aku membuka mataku, aku tak dapat menemukan senyuman
lembutnya, tatapan matanya yang hangat, bahkan aku tak dapat mendengarkan
suaranya yang indah. Masih dengan kebingungan yang menguasai, aku mencoba
menggerakan tanganku untuk menggapai sesuatu, entah apa itu, namun tanganku tak
bergeming, malah dapat kurasakan sakit yang teramat sangat pada tanganku,
bahkan kepala, kaki dan rusukku.
Tatapanku masih terus mencari-cari sosoknya yang kuingat sedari
tadi masih berada disampingku tapi kini yang kutemukan hanyalah orang-orang
yang sibuk berlalulalang dan berteriak panik, entah apa yang mereka lakukan, otakku
tak bisa mencerna dan tetap sibuk mencari sosoknya.
Akhirnya aku melihat sosoknya tak jauh dariku, mungkin sekitar 5
meter, dia terbaring tak berdaya, dan.. apa itu? Cairan kental berwarna merah melumuri
pakaiannya. Aku tak tahu benda apa itu karena otakku masih tetap tak bisa
mencerna dengan baik apa yang sedang terjadi. Tapi hei, orang-orang itu
menghalangi pandanganku, mereka mengerubunginya dan mengapa tiba-tiba juga mengerubungiku? Tatapan
mereka seolah kasihan dan prihatin. Aku tak mengerti apa yang mereka lakukan,
aku bukan badut yang pantas untuk kalian tonton!
Aku berdecak kesal karna tak mengerti dengan tingkah orang-orang
ini, aku berusaha bangkit untuk mengejarnya karena orang-orang itu mulai menggotongnya
dan membawanya pergi entah kemana. Aku berhasil, aku dapat berdiri dengan kedua
kakiku lagi meski rasa sakit itu tak mau hilang bahkan bertambah, aku tak
peduli malah aku merasa senang karena aku mulai menguasai diriku lagi tapi
tidak dengan orang-orang ini, mereka kelihatan cemas dan sepertinya hendak
memapahku, aku berusaha tak perduli dan terus melangkah tapi tiba-tiba kepalaku
pening, kemudian sesuatu yang hangat keluar dari hidungku, aku berusaha
merabanya, dan itu adalah cairan yang sama dengan yang aku lihat
disekelilingya, jadi itu… darah? Tapi aku tidak mengerti apa yang sebenarnya
terjadi, otakku sibuk mencerna dan tiba-tiba semua menjadi gelap.
Satu
Pagiku selalu diawali dengan suara ribut, entah itu rutukan,
rintih kesakitan, atau suara gedebum yang berasal dari benda yang kutabrak. Aku
memang selalu seperti ini setiap hari, bangun siang lalu terburu-buru untuk
berangkat, meski aku berusaha cepat tapi tetap saja aku terlambat datang ke
sekolah dan teman-temanku selalu menjulukiku “Miss telat everytime”, aku tak
merasa terganggu bahkan aku cenderung bangga karena itulah aku.
Tangga kayu yang kuturuni dengan cepat berderit-derit kasar karena
aku menginjaknya dengan tak sabar. Aku tak peduli pada tangga kayu yang seakan
marah dan meminta padaku untuk menuruninya dengan santai. Setelah aku berhasil
mencapai dasar, aku segera berlari dan masih tetap dengan terburu-buru, aku
mengambil sepatu hitamku dan memakainya dengan cepat. Yap selesai, aku bangkit
dan tiba tiba…
”Aaaammm” refleks aku membuka mulut selebar mungkin dan mamaku
sukses memasukan sesendok penuh nasi goreng kedalamnya. Aku tak bisa berkata
apapun karena mulutku penuh, kukunyah secepat mungkin dan menelannya. Baru saja
aku akan berbicara tiba-tiba saja mulutku disodori segelas air putih. Memang
rasanya enak tapi apa-apaan ini, aku tidak terima!
“Ah Mama, apaan sih, aku kan bukan anak kecil lagi. Lagian mau buru-buru
nih.” Keluhku pada mama tapi tanganku tetap mengambil gelas yang dipengang mama
dan meneguknya sampai habis.
“Lagian kamu bangunnya selalu siang,
ya mama isengin aja. tapi tetep aja kan kamu mau, huh” mama menjiwil hidungku.
Aku hanya cemberut seakan tidak senang, tapi sebenarnya aku senang. Mama memang
selalu hangat.
“Huh sakit nih, yaudah aku berangkat dulu ya, Ma.” Setelah
berpamitan, aku segera berangkat menuju sekolah.
***
Benar saja dugaanku, lagi-lagi aku terlambat. Karna sudah terlalu
sering terlambat guru-guru sudah hapal dengan wajah dan tingkahku. Jika banyak
orang bilang alasan mereka datang terlambat adalah traffic jam, maka alasanku
adalah sleep tight. Meski para guru menasihatiku sampai bosan, aku tidak pernah
tergerak sedikitpun untuk berubah, biarlah, itu memang sifat dasarku. Dengan
senang hati aku kembali menerima hukuman dan guru itu dengan berat hati
memberikan hukuman, itulah tanda dia gagal mendidikku dengan baik.
Hukumanku tidaklah berat, aku hanya tidak diijinkan masuk kelas
saat jam pelajaran pertama dan kedua. Bagiku tidak masalah, lagipula hari ini
guru yang mengajar sangat membosankan, dan pasti aku selalu mengantuk saat
beliau mengajar dengan caranya yang sangat tidak asik.
Aku mencari tempat nyaman untuk menjalankan hukuman ini dan aku
memutuskan untuk menunggu dikursi panjang yang tak jauh dari meja piket
sehingga guru itu pun dapat mengawasiku. Kemudian aku mengeluarkan headset dari
dalam tas dan menyambungkannya dengan gadget kesayanganku, handphone keluaran
terbaru yang berwarna blue metallic. Kupasang suara terkeras dan mulai
menikmati musik pop rock yang mengalun indah. Aku memejamkan mata sembari
bersandar dan mulai tertidur.
***
Namaku Arisa Callasandra. Sejak setahun lalu mulai menduduki
bangku Sekolah Menengah Atas di sekolah yang menurut orang-orang adalah sekolah
favorit di Kotaku. Dan baru 3 bulan ini, aku mulai menduduki bangku kelas XI
jurusan IPA. Bukan, bukan karena aku pintar, itu hanyalah keberuntunganku. Jika
ada, aku malah menginginkan jurusan BAHASA karena aku sangat menyukai Sastra Asing.
Aku hidup dalam keluarga yang cukup harmonis, namun sudah 7 tahun
Papa tak tinggal bersama aku dan Mama, beliau sedang bekerja dan mengabdi
kepada Negaranya sebagai ilmuan terkenal yang sudah berkali-kali mendapatkan nobel
dan menemukan berbagai macam penemuan baru yang berguna bagi banyak orang. Papaku
dulu tinggal dan lahir di London. Mama pernah bercerita padaku bahwa ia dan Papa
bertemu saat Mama sedang ikut pertukaran pelajar, kemudian ia bertemu dengan
Papa dan mereka saling jatuh cinta, dan setelah lulus Mama memutuskan untuk
kuliah disana sekaligus menjadi pendamping Papa. Setelah setahun menikah,
mereka mulai menetap di Indonesia dan aku dilahirkan ke dunia ini. Romantis
bukan, kukira cerita itu hanya ada dalam novel picisan tapi ternyata tidak.
Bagiku mama adalah sosok seseorang yang sangat pengertian, baik
hati, dan dapat melakukan segala hal. Dialah idolaku, karna aku tak pandai
melakukan pekerjaan rumah sepertinya. Aku yakin papa sangat mencintainya dan
sebenarnya sangat berat hati untuk meninggalkan mama untuk waktu yang lama.
Maka dari itu karna tak ada papa, aku mengambil alih tugas menjadi sosok
seorang pria yang dapat melindungi mama -aku anak tunggal, karna aku sangat
menyayangi mama dan papa, merekalah hartaku yang berharga.
Aku memiliki seorang sahabat karib yang sedari kecil sudah bermain
bersamaku, Karina Puteri. Dia adalah anak sahabat mama, dia tinggal bersama
kedua orang tuanya beserta kedua adiknya yang masih kecil di sebelah rumahku.
Aku dan Karina bagaikan saudara kembar, sejak Taman Kanak-kanak sampai Sekolah
Menengah Atas kami selalu bersekolah di tempat yang sama, bahkan kami memiliki
tanggal lahir yang sama. Tapi sayang, dua tahun di SMA ini kami tidak masuk
dalam kelas yang sama. Tak mengapa karna aku dan Karina takkan pernah
terpisahkan.
***
Aku merasakan seseorang mengguncang-guncang bahuku. Aku
mengerjapkan mata berkali-kali berusaha mengembalikan pandanganku yang buram
untuk menjadi normal kembali. Butuh waktu beberapa detik untuk mengembalikannya
seperti semula. Setelah kembali normal, aku memfokuskan pandangan kepada
seseorang yang telah mengganggu tidurku –sungguh aku benci saat ada orang yang
mengganggu tidurku. Kuurungkan niatku untuk menatapnya dengan tatapan marah
karna orang itu menatapku dengan ekspresi yang lebih menyeramkan. Ternyata
orang itu adalah guru piket yang memberiku hukuman. Beliau menatapku garang
sambil berkacak pinggang. Oh tidak, tamatlah riwayatku.
nah baru segitu aja ahahaha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar