Senin, 29 April 2013

Dua Bintang

Berawal dari satu hobi kemudian menjadi teman akrab hingga merasakan perasaan yang berbeda, kukira hal itu adalah hal yang terindah yang pernah kualami dan kukira semua akan berjalan seperti biasa namun aku harus menerima kenyataan pahit kalau ternyata dia menyimpan perasaan pada orang lain. Rasa sakit dan kecewa yang harus kutelan bulat-bulat bahkan sebelum aku menyatakan padanya.

“hei, ngapain liatin dia terus?” tanyaku dengan agak malas dan bosan karena sudah beberapa kali aku melihatnya mencuri pandang pada teman sekelas kami. Dengan tetap memegang pensil yang kugunakan untuk menggambar kutatap wajahnya dengan pandangan bosan. Yang ditanya hanya pura-pura tak peduli seakan ia tak melakukan hal itu.
“siapa?” dengan gayanya yang sok cool dia malah membalas tatapanku dengan santai sembari mengangkat satu alisnya.
“hhh lupakan saja. Kau harus fokus untuk proyek kita, gaada waktu buat melirik cewek” kulanjutkan kembali aktifitasku menggambar dan secara tidak langsung aku sengaja melarang dia untuk kembali menatap gadis itu.
“ok, cerewet” dia melanjutkan aktifitasnya lagi dengan gayanya yg santai
“huh terserah” cibirku.

Dia adalah Antaresa Rega, teman sekelasku yang selalu duduk didepanku. Dia menjadi gandrungan para gadis satu sekolah, sikapnya cuek dan cenderung kerenlah yang membuat para gadis menyukainya, wajahnya juga lumayan tampan. Dan aku adalah Kirana Matahari. Gadis biasa saja yg memiliki kemampuan biasa dan tidak suka menjadi pusat perhatian. Kami mulai akrab ketika kami mengetahui kalau hobi yang kami sukai sama dan memulai suatu proyek yaitu membuat komik bersama. Awalnya aku merasa tak bisa akrab dengan kepribadiannya itu apalagi aku cenderung pemalu tapi bisa menjadi sangat berisik kalau sudah akrab dengan orang. Lama-lama aku merasa sangat nyaman didekatnya, dia pun mulai terbuka dan tak sedingin dulu, sampai akhirnya aku menyadari bahwa aku menyukainya dengan segala sikapnya yang tak bisa ditebak itu. Juga ada kemiripan dengan nama kami, entah itu penting atau tidak tapi itu membuatku sangat senang. Tapi kebahagiaanku harus dipertanyakan karena ternyata dia menyukai gadis lain…

“kau ga pulang?” tanyaku sembari merapikan buku ketika bel pulang sudah berbunyi
“nggak” jawabnya singkat tanpa menatapku
“ada kegiatan ekskul?” tanyaku lagi sambil memperhatikan wajahnya tanpa sadar dan menghentikan kegiatanku
“nggak juga” lagi-lagi jawaban singkat dan acuh. Kulihat dia pun dengan santai merapikan bukunya namun matanya mengawasi murid-murid di kelas ini yang juga sedang sibuk merapikan buku masing-masing. sebenarnya padangan itu ia manipulasi, aku tahu siapa yang sebenarnya sedang ia perhatikan, aku tahu itu dan itu membuatku agak sebal.
“ngomong yang panjang dikit kenapa sih, lagian tatap mata orang dong kalo ada orang yang lagi ngomong, uh!” akhirnya aku pun sedikit mengeluarkan rasa kesalku
“nah, udah kan? Udah puas belom? Ahahahaha” Jantungku nyaris berhenti berdetak karena tak kusangka dia akan menatapku bahkan selekat ini dengan matanya yang hitam mengkilat, sangat menawan dengan alis matanya yang tebal dan juga garis wajah yang tegas. Bahkan tatapan itu dibarengi dengan tawanya yang renyah dan berakhir dengan senyumnya yang manis
“a…apa-apaan sih kamu? Huh menggoda orang aja bisanya” karena tak menduga akan mendapat perlakuan seperti itu akhirnya aku pun salah tingkah dan membuang muka. Mungkin sekarang wajahku sudah semerah tomat yang ranum.
“ahahahaha dasar tsundereeee” godanya karena melihat tingkahku. Uhhh lagi-lagi tawa itu yang membuatku semakin jatuh cinta
“a..apaan itu tsundere?” aku bertanya padanya sambil menahan rasa malu dan masih dengan wajah semerah tomat
“apa yaa? Hahahaha” Godanya lagi semakin menjadi. Ah sudahlah hentikan tawamu yang menawan itu, jangan membuatku makin terperosok dalam cintamu.
“uh serius tau! Aku pulang ah, kamu nyebelin! selamat mencuri-curi pandang sama dia wek” akhirnya aku pun pulang sambil berlari cepat keluar kelas karena sudah tidak kuat menahan rasa malu dan terlebih lagi debaran jantung ini. Tapi entah mengapa terkadang kata-kata yang kuucapkan tak sama dengan hatiku. Dasar bodoh!
“iya, hati hati” kudengar jawabannya dikejauhan yang semakin membuat jantungku berdebar tak karuan. Perjalanan pulang ke rumah pun terasa begitu menyenangkan.

yap segitu dulu ceritanya nanti dilanjut lagi dan entah kenapa judulnya itu tapi yasudahlah jaa ne ;)

Tsumetai Heya Hitori Lyrics


Yap tau kenapa gue update lagu ini? karena gue merasa liriknya itu pas banget buat gue. Ini mungkin sedikit lebay tapi gue galau asli! T.T Cuma yah seperti "meski tertawa tapi hatinya menangis" itu yang sedang gue peranin sekarang. Kata-kata “tataplah punggungku jika kau kehilangan arah” juga udah ga berarti lagi, semuanya hanya seperti impian belaka sekarang :’D gatau harus berpegang pada apa lagi, gatau harus gimana lagi. Cuma satu masalah berimbas pada seluruh aspek dalam kehidupan gue. Yaudahlah yah ngapain disesalin jalanin aja dan percaya aja sama orang gue sayang kalo perasaan kita berdua gaakan berubah meski seberat apapun masalah yg datang, lagian nikmatin aja kesedihan ini karena pasti nanti ada kebahagiaan yang menanti ;D 

Tapi gue berharap semoga hubungan ini diberi kelancaran dan kekuatan untuk mengahadapi semua masalah yg datang kalau memang ini serius. Seperti kata-kata gue sebelumnya,  gue akan menepati janji gue yg dulu gue bilang sama dia, perasaan ini cuma buat dia dan bakal memperjuangkan perasaan ini meski harus mengorbankan hidup. Tapi gatau seperti apa nantinya dan bagaimana perasaan dia nantinya ;’D

Yasudah ini nih lirik yang gue terjemahin dengan acak-acakan, oh iya maaf ga nulis yg lirik jepangnya hahaha

“Ketika cahaya matahari terbenam masuk menyinari sudut ruangan yang dingin ini meski aku di dekatnya aku tidak merasakan apapun.
Hari ini dan esok, aku pasti sendiri. Aku yakin itu adalah hal yg normal ketika kita mengakhiri hari tanpa berbicara.
Tidak masalah seberapa banyak kebaikan yang kuterima, jika ku tak tau kehangatan hal itu tak akan mudah untuk dirasakan karena jarak diantara hati kita yg terasa nyata
Aku menjadi semakin kasat mata di sudut ruangan yang dingin ini
Aku takut sesuatu akan berubah dan aku memastikan itu takkan terjadi
Jika aku berpura-pura mengikuti semua yang terjadi apakah itu berarti aku membuat sebuah keputusan?
Aku bisa melihat cahaya berpijar diluar sana. Dengan tangan ini bisakah aku menyentuhmu? Jarak ini terasa sangat nyata
Kebaikan, kehangatan, bisakah aku melihatnya dari sisi lain?
Di sudut ruangan yg dingin ini aku berpura-pura tak melihat kunci hatiku meski dia ada dan dia telah disini untuk selamanya”

Nah itu bener-bener mirip sama keadaan gue sekarang. Meski kita berubah, meski kita mengambil jalan memutar, meski kita harus mengenal rasa sakit, meski kita harus membohongi diri, meski kita tak bersama untuk sementara waktu, kita sama sama meyakinkan diri kalau hati dan perasaan cinta kita hanya untuk orang yg kita sayang sekarang. Gue yakin kok ada saatnya kita dapat sesuatu yg jauh lebih indah setelah kita berjuang bersama disaat sakit seperti ini. Berjanjilah pada gue ya, David? You’re mine and I’m yours, oke? ;) I will always love you forever and ever :)

Minggu, 28 April 2013

Untitled

Prolog

Ketika aku membuka mataku, aku tak dapat menemukan senyuman lembutnya, tatapan matanya yang hangat, bahkan aku tak dapat mendengarkan suaranya yang indah. Masih dengan kebingungan yang menguasai, aku mencoba menggerakan tanganku untuk menggapai sesuatu, entah apa itu, namun tanganku tak bergeming, malah dapat kurasakan sakit yang teramat sangat pada tanganku, bahkan kepala, kaki dan rusukku.
Tatapanku masih terus mencari-cari sosoknya yang kuingat sedari tadi masih berada disampingku tapi kini yang kutemukan hanyalah orang-orang yang sibuk berlalulalang dan berteriak panik, entah apa yang mereka lakukan, otakku tak bisa mencerna dan tetap sibuk mencari sosoknya.
Akhirnya aku melihat sosoknya tak jauh dariku, mungkin sekitar 5 meter, dia terbaring tak berdaya, dan.. apa itu? Cairan kental berwarna merah melumuri pakaiannya. Aku tak tahu benda apa itu karena otakku masih tetap tak bisa mencerna dengan baik apa yang sedang terjadi. Tapi hei, orang-orang itu menghalangi pandanganku, mereka mengerubunginya dan  mengapa tiba-tiba juga mengerubungiku? Tatapan mereka seolah kasihan dan prihatin. Aku tak mengerti apa yang mereka lakukan, aku bukan badut yang pantas untuk kalian tonton!
Aku berdecak kesal karna tak mengerti dengan tingkah orang-orang ini, aku berusaha bangkit untuk mengejarnya karena orang-orang itu mulai menggotongnya dan membawanya pergi entah kemana. Aku berhasil, aku dapat berdiri dengan kedua kakiku lagi meski rasa sakit itu tak mau hilang bahkan bertambah, aku tak peduli malah aku merasa senang karena aku mulai menguasai diriku lagi tapi tidak dengan orang-orang ini, mereka kelihatan cemas dan sepertinya hendak memapahku, aku berusaha tak perduli dan terus melangkah tapi tiba-tiba kepalaku pening, kemudian sesuatu yang hangat keluar dari hidungku, aku berusaha merabanya, dan itu adalah cairan yang sama dengan yang aku lihat disekelilingya, jadi itu… darah? Tapi aku tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, otakku sibuk mencerna dan tiba-tiba semua menjadi gelap.



Satu
Pagiku selalu diawali dengan suara ribut, entah itu rutukan, rintih kesakitan, atau suara gedebum yang berasal dari benda yang kutabrak. Aku memang selalu seperti ini setiap hari, bangun siang lalu terburu-buru untuk berangkat, meski aku berusaha cepat tapi tetap saja aku terlambat datang ke sekolah dan teman-temanku selalu menjulukiku “Miss telat everytime”, aku tak merasa terganggu bahkan aku cenderung bangga karena itulah aku.
Tangga kayu yang kuturuni dengan cepat berderit-derit kasar karena aku menginjaknya dengan tak sabar. Aku tak peduli pada tangga kayu yang seakan marah dan meminta padaku untuk menuruninya dengan santai. Setelah aku berhasil mencapai dasar, aku segera berlari dan masih tetap dengan terburu-buru, aku mengambil sepatu hitamku dan memakainya dengan cepat. Yap selesai, aku bangkit dan tiba tiba…
”Aaaammm” refleks aku membuka mulut selebar mungkin dan mamaku sukses memasukan sesendok penuh nasi goreng kedalamnya. Aku tak bisa berkata apapun karena mulutku penuh, kukunyah secepat mungkin dan menelannya. Baru saja aku akan berbicara tiba-tiba saja mulutku disodori segelas air putih. Memang rasanya enak tapi apa-apaan ini, aku tidak terima!
“Ah Mama, apaan sih, aku kan bukan anak kecil lagi. Lagian mau buru-buru nih.” Keluhku pada mama tapi tanganku tetap mengambil gelas yang dipengang mama dan meneguknya sampai habis.
“Lagian kamu bangunnya selalu siang, ya mama isengin aja. tapi tetep aja kan kamu mau, huh” mama menjiwil hidungku. Aku hanya cemberut seakan tidak senang, tapi sebenarnya aku senang. Mama memang selalu hangat.
“Huh sakit nih, yaudah aku berangkat dulu ya, Ma.” Setelah berpamitan, aku segera berangkat menuju sekolah.
                                                ***
Benar saja dugaanku, lagi-lagi aku terlambat. Karna sudah terlalu sering terlambat guru-guru sudah hapal dengan wajah dan tingkahku. Jika banyak orang bilang alasan mereka datang terlambat adalah traffic jam, maka alasanku adalah sleep tight. Meski para guru menasihatiku sampai bosan, aku tidak pernah tergerak sedikitpun untuk berubah, biarlah, itu memang sifat dasarku. Dengan senang hati aku kembali menerima hukuman dan guru itu dengan berat hati memberikan hukuman, itulah tanda dia gagal mendidikku dengan baik.
Hukumanku tidaklah berat, aku hanya tidak diijinkan masuk kelas saat jam pelajaran pertama dan kedua. Bagiku tidak masalah, lagipula hari ini guru yang mengajar sangat membosankan, dan pasti aku selalu mengantuk saat beliau mengajar dengan caranya yang sangat tidak asik.
Aku mencari tempat nyaman untuk menjalankan hukuman ini dan aku memutuskan untuk menunggu dikursi panjang yang tak jauh dari meja piket sehingga guru itu pun dapat mengawasiku. Kemudian aku mengeluarkan headset dari dalam tas dan menyambungkannya dengan gadget kesayanganku, handphone keluaran terbaru yang berwarna blue metallic. Kupasang suara terkeras dan mulai menikmati musik pop rock yang mengalun indah. Aku memejamkan mata sembari bersandar dan mulai tertidur.
                                                ***
Namaku Arisa Callasandra. Sejak setahun lalu mulai menduduki bangku Sekolah Menengah Atas di sekolah yang menurut orang-orang adalah sekolah favorit di Kotaku. Dan baru 3 bulan ini, aku mulai menduduki bangku kelas XI jurusan IPA. Bukan, bukan karena aku pintar, itu hanyalah keberuntunganku. Jika ada, aku malah menginginkan jurusan BAHASA karena aku sangat menyukai Sastra Asing.
Aku hidup dalam keluarga yang cukup harmonis, namun sudah 7 tahun Papa tak tinggal bersama aku dan Mama, beliau sedang bekerja dan mengabdi kepada Negaranya sebagai ilmuan terkenal yang sudah berkali-kali mendapatkan nobel dan menemukan berbagai macam penemuan baru yang berguna bagi banyak orang. Papaku dulu tinggal dan lahir di London. Mama pernah bercerita padaku bahwa ia dan Papa bertemu saat Mama sedang ikut pertukaran pelajar, kemudian ia bertemu dengan Papa dan mereka saling jatuh cinta, dan setelah lulus Mama memutuskan untuk kuliah disana sekaligus menjadi pendamping Papa. Setelah setahun menikah, mereka mulai menetap di Indonesia dan aku dilahirkan ke dunia ini. Romantis bukan, kukira cerita itu hanya ada dalam novel picisan tapi ternyata tidak.
Bagiku mama adalah sosok seseorang yang sangat pengertian, baik hati, dan dapat melakukan segala hal. Dialah idolaku, karna aku tak pandai melakukan pekerjaan rumah sepertinya. Aku yakin papa sangat mencintainya dan sebenarnya sangat berat hati untuk meninggalkan mama untuk waktu yang lama. Maka dari itu karna tak ada papa, aku mengambil alih tugas menjadi sosok seorang pria yang dapat melindungi mama -aku anak tunggal, karna aku sangat menyayangi mama dan papa, merekalah hartaku yang berharga.
Aku memiliki seorang sahabat karib yang sedari kecil sudah bermain bersamaku, Karina Puteri. Dia adalah anak sahabat mama, dia tinggal bersama kedua orang tuanya beserta kedua adiknya yang masih kecil di sebelah rumahku. Aku dan Karina bagaikan saudara kembar, sejak Taman Kanak-kanak sampai Sekolah Menengah Atas kami selalu bersekolah di tempat yang sama, bahkan kami memiliki tanggal lahir yang sama. Tapi sayang, dua tahun di SMA ini kami tidak masuk dalam kelas yang sama. Tak mengapa karna aku dan Karina takkan pernah terpisahkan.
                                                ***


Aku merasakan seseorang mengguncang-guncang bahuku. Aku mengerjapkan mata berkali-kali berusaha mengembalikan pandanganku yang buram untuk menjadi normal kembali. Butuh waktu beberapa detik untuk mengembalikannya seperti semula. Setelah kembali normal, aku memfokuskan pandangan kepada seseorang yang telah mengganggu tidurku –sungguh aku benci saat ada orang yang mengganggu tidurku. Kuurungkan niatku untuk menatapnya dengan tatapan marah karna orang itu menatapku dengan ekspresi yang lebih menyeramkan. Ternyata orang itu adalah guru piket yang memberiku hukuman. Beliau menatapku garang sambil berkacak pinggang. Oh tidak, tamatlah riwayatku.


nah baru segitu aja ahahaha